Temukan informasi terkini dengan mengikuti akun sosial media kami

News
Tole Iskandar: Pahlawan Asli Depok Menuju Barisan Pejuang (Bagian Ketiga)
JD 03 - berita depok

93
Rabu, 20 Agt 2025, 3:15 WIB

Arifin Darmo Wahyu, keponakan Tole menunjukan, dokumentasi perjalanan Pahlawan Tole Iskandar saat ditetapkan menjadi nama jalan di Kota Depok. ( Foto: Diskominfo)

berita.depok.go.id -

Perjuangan Dan Laskar 21

Pasca proklamasi dikumandangkan oleh Presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat, situasi di Depok memanas. 

Belanda mencoba kembali menguasai wilayah ini, sementara pasukan rakyat berjuang mempertahankan kemerdekaan. 

Di sinilah Tole Iskandar membentuk Laskar 21, sesuai jumlah anggotanya 21 orang pemuda tangguh.

Markas mereka tidak berada di barak militer resmi, melainkan di dapur umum keluarga di Ratujaya. 

Dari sini, logistik disalurkan, strategi dirancang, dan semangat tempur dibakar.

“Laskar ini sering melakukan serangan mendadak ke pos-pos Belanda di Depok Lama. Yang terkenal itu Gedoran 21, serangan ke Jalan Pemuda,” kata Arifin Darmo Wahyu, keponakan Tole.

Baca Juga: Tole Iskandar: Pahlawan Asli Depok Menuju Barisan Pejuang (Bagian Pertama)

Serangan itu bukan sekadar aksi nekat tetapi taktik gerilya yang efektif membuat Belanda kewalahan. 

Meski demikian, kekuatan senjata yang timpang memaksa mereka mundur ke Bojonggede, lalu Bogor, hingga Sukabumi.

Dalam perjalanan itu, Tole berjuang bersama tokoh militer besar seperti Ibrahim Adjie, yang masih memiliki hubungan keluarga.

“Mereka sama-sama punya semangat juang yang tinggi, tidak kenal takut,” tambah Arifin.

Perjuangan Laskar 21 menggambarkan keberanian rakyat Depok melawan pasukan kolonial, meski tanpa fasilitas militer modern.

“Kalau sekarang mungkin orang lihat Depok itu kota tenang. Tapi dulu, di masa itu, Depok adalah medan perang. Dan di medan perang itulah nama Tole Iskandar mulai mengukir sejarah,” ungkapnya.

Tahun 1947 menjadi tahun kelam bagi keluarga Tole. 

Saat mempertahankan posisi di Sukabumi, Tole Iskandar gugur.

“Posisinya ketahuan karena saat itu anjing milik Tole Iskandar menggonggong dan melompat ke arah musuh sehingga posisinya diketahui. Dia berusaha bertahan di barisan paling depan tapi jumlah musuh terlalu banyak,” ucapnya.

Jenazahnya baru ditemukan sekitar dua tahun kemudian, setelah perjuangan sengit di berbagai front usai. 

Pihak keluarga mengenali jasadnya lewat kalung dan atribut militer yang masih melekat.

“Waktu itu, perasaan kami campur aduk. Sedih kehilangan, tapi bangga karena beliau gugur sebagai pejuang,” kenang Arifin mengutip ucapan Almarhum ibundanya.

Tole dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Dreded, Bogor, di urutan makam ke-11. 

Makam itu kini menjadi tempat keluarga dan warga Depok memberi penghormatan.

Dokumentasi perjalanan Pahlawan Tole Iskandar saat ditetapkan menjadi nama jalan di Kota Depok. ( Foto: Diskominfo Depok).

“TMP Dreded mengalami perbaikan, jadi dipastikan lagi untuk urutan makamnya,” katanya. 

Meski jasadnya tak kembali ke tanah kelahiran, kisahnya tetap hidup di hati keluarga dan masyarakat Depok.

“Bagi kami, dimakamkan di TMP sudah cukup sebagai pengakuan negara,” tegas Arifin.

Bagi keluarga besar, Tole Iskandar bukan hanya pejuang bersenjata, tapi juga teladan moral.

Ia adalah simbol integritas dan pengabdian yang melampaui kepentingan pribadi.

“Kami tidak pernah ingin mengkultuskan beliau,” kata Arifin.

“Yang penting, nama baiknya terjaga. Kisahnya harus menjadi motivasi, bukan sekadar kebanggaan keluarga,” tambahnya.

Arifin menekankan, perjuangan Tole harus dilihat sebagai dorongan untuk melakukan yang benar, bukan alasan untuk menuntut penghormatan berlebihan.

“Beliau berjuang bukan untuk mendapat gelar atau penghargaan, tapi untuk kemerdekaan,” ujarnya.

Bagi keluarga, yang terpenting adalah nilai yang diwariskan. 

Keberanian menghadapi ketidakadilan, kejujuran dalam bertindak, dan kesetiaan pada bangsa adalah warisan yang lebih berharga dari medali apa pun.

Arifin juga mengingatkan bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan tidak hanya terjadi di medan perang. 

Di masa kini, perjuangan itu bisa berarti menjaga kerukunan, bekerja dengan jujur, dan menolak korupsi.

“Depok dari dulu aman, damai, tidak ada konflik SARA,” katanya.

Dengan demikian, mengenang Tole Iskandar bukan hanya soal masa lalu. 

Tetapi juga soal menatap masa depan dengan kompas moral yang jelas.

“Itu harus terus dijaga, karena kerukunan adalah bagian dari kemerdekaan,” ucapnya.

Jejak perjuangan Tole Iskandar membentang panjang, dari rumah masa kecil di Ratujaya (Gang Kembang baru dikenal 1983) hingga medan perang di Sukabumi.

Setiap lokasi menyimpan cerita tentang keberanian dan pengorbanan.

Di Ratujaya, dapur umum yang dulu menjadi markas Laskar 21 masih dikenang warga. 

Tempat itu menjadi titik awal banyak operasi gerilya melawan Belanda.

Di Depok, nama Jalan Tole Iskandar diresmikan pada tahun 1973 sebagai penghormatan resmi. Jalan itu membentang dari pusat kota hingga perbatasan Bogor, dilalui ribuan orang setiap harinya.

“Nama jalan itu bukan sekadar penanda,” kata Arifin.

“Itu pengingat bahwa pernah ada anak Depok yang memilih medan perang demi kemerdekaan bangsanya,” jelasnya.

Baca Juga: Tole Iskandar: Pahlawan Asli Depok Menuju Barisan Pejuang (Bagian Kedua)

Di rumah keluarga, sejumlah arsip berharga masih tersimpan rapi foto hitam putih, kliping koran, dan majalah TNI yang memuat kisah Tole. Setiap lembar dokumen adalah potongan sejarah yang hidup.

“Kami jaga arsip ini baik-baik,” ujar Arifin.

Warisan terbesar Tole Iskandar bukan hanya pada nama jalan atau cerita heroik, tetapi pada inspirasi yang Ia tinggalkan bahwa keberanian dan integritas tidak mengenal usia, pengabdian sejati adalah ketika kita memberi tanpa pamrih.

“Bukan untuk pamer, tapi supaya generasi muda bisa belajar langsung dari sumbernya,” tutup Arifin penuh kenang. 

Rumah kelahiran Tole Iskandar masih ada hingga sekarang, ditempati oleh adik bungsunya, Slamet Mulyono atau lebih dikenal sebagai Om Menton. 

Lokasinya berada di RT 03 RW 03, Kelurahan Ratujaya, Kecamatan Cipayung-Depok (Gang Kembang – Ratujaya). (Tamat) (JD 03/ED 01)


Apa reaksi anda?
0
0
1
0
0
0
0