Temukan informasi terkini dengan mengikuti akun sosial media kami

News
Tole Iskandar: Pahlawan Asli Depok Menuju Barisan Pejuang (Bagian Kedua)
JD 03 - berita depok

192
Selasa, 19 Agt 2025, 7:16 WIB

Dokumentasi yang memuat tentang keluarga Tole Iskandar. (Foto: Diskominfo Depok).

berita.depok.go.id -

Jejak Perjuangan Tole Iskandar, Pahlawan Muda

Ratujaya, Depok, tahun 1925 menjadi saksi lahirnya seorang bayi laki-laki yang kelak namanya diabadikan menjadi nama jalan utama di kota ini, Tole Iskandar.

Di tengah lingkungan masyarakat Depok yang saat itu masih didominasi penduduk pribumi dan sedikit keturunan Belanda, keluarga Tole termasuk terpandang.

Ia adalah putra pasangan Raden Samidi Darmorahardjo bin Adam dan Sukanti binti Raden Setjodiwirjo. 

Sang kakek, Raden Setjodiwirjo, merupakan mantri air yang pada awal 1.800-an diboyong dari Purworejo ke Depok dalam program bedol desa era kolonial Belanda.

“Keluarga kami itu dikenal sebagai keluarga terpelajar,” kata Arifin Darmo Wahyu, keponakan Tole.

“Orang Belanda pun menghormati kakek. Beliau orangnya lurus, disiplin, dan punya tanah luas di Depok,” jelasnya.

Meski keluarga berada, hidup di masa kolonial tak lepas dari keterbatasan. 

Pendidikan adalah kemewahan, dan kesempatan mengenyam sekolah Belanda hanya dimiliki segelintir orang.

Tole tumbuh bersama enam adiknya. 

Hubungan mereka erat, tapi Tole sejak kecil sudah menonjol dalam hal keberanian dan ketegasan.

“Dia itu dari kecil memang beda,” kenang Arifin.

“Kalau punya kemauan, dia kejar. Kalau merasa itu benar, dia akan pertahankan sampai titik akhir. Itu yang almarhum ibu saya (Sukaesih) ceritakan dulu,” tambahnya.

Keponakan Pahlawan Tole Iskandar, Arifin Darmo Wahyu melihat majalah dan artikel yang memuat tentang sepak terjang Tole Iskandar. (Foto: Diskominfo Depok).

Kesempatan untuk masuk sekolah Belanda di Depok sebenarnya terbuka lebar bagi Tole. 

Namun, keputusan yang diambilnya justru membuat banyak orang terkejut, Ia lebih memilih bersekolah di Batavia, bukan di Depok.

“Dia tidak mau sekolah di Depok, padahal ditawari masuk sekolah Belanda. Dia pilih Taman Dewasa Taman Siswa di Batavia, lalu lanjut Sekolah Dagang di Sawah Besar,” cerita Arifin.

Langkah itu menunjukkan dua hal, keberanian mengambil jalan berbeda, dan keyakinan bahwa pendidikan bukan hanya soal prestise, tetapi soal prinsip.

Namun, titik balik terbesar datang pada tahun 1942, Tole berumur 17 tahun.

Di tengah pendudukan Jepang, Tole diam-diam mendaftar ke PETA tanpa seizin orang tua.

“Kakek dan nenek marah besar waktu itu. Tapi Tole memang keras kepala kalau sudah memutuskan,” ujar Arifin.

Latihan militer yang keras dijalaninya dengan penuh semangat. 

Ia lulus sebagai shodanco, jabatan yang menunjukkan kemampuan kepemimpinan dan taktik.

Setelah Jepang menyerah dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Tole otomatis bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal bakal TNI. 

Keputusan bergabung dengan PETA menjadi gerbang menuju perjuangan bersenjata yang akan mengubah jalan hidupnya selamanya.

“Dari muda, jiwa kepemimpinan dan keberanian itu sudah kelihatan, Dia tidak mau jadi penonton sejarah, dia mau jadi pelaku,” tambahnya. (Bersambung)


Jangan lupa baca juga kisah Tole Iskandar Bagian Satu lewat link di bawah ini: 

Baca Juga: Tole Iskandar: Pahlawan Asli Depok Menuju Barisan Pejuang (Bagian Pertama)



Apa reaksi anda?
0
1
0
0
0
0
0