Temukan informasi terkini dengan mengikuti akun sosial media kami

Mengenal Lebih Dalam Sejarah Gedong Tinggi Rumah Cimanggis

JD 12 - berita depok
Selasa, 30 Mei 2023, 15:58 WIB
News
Gedong Tinggi Rumah Cimanggis. (Foto: Diskominfo).

berita.depok.go.id - Bangunan kuno yang ada di Kawasan Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Kecamatan Sukmajaya, kini telah berdiri dengan menawan. Bangunan yang dibangun tahun 1771-1775 ini, belakangan dikenal sebagai Gedong Tinggi Rumah Cimanggis milik petinggi kongsi Dagang Belanda Hindia Timur atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) ke-29, Petrus Albertus van der Parra untuk istrinya Adriana Johanna Bake. 

Sejarah mencatat, Gedong Tinggi Rumah Cimanggis sebelumnya merupakan sebuah perkebunan milik Je Manns, yang kemudian dibeli oleh Petrus Albertus van der Parra pada tahun 1771. Oleh Van Der Parra pembelian lahan tersebut sebagai 'hadiah' bagi sang istri yang nantinya dibuat sebagai tempat peristirahatan. 

"Namun Van Der Parra wafat sebelum pembangunan rumah tersebut selesai. Johanna Bake pun tidak menempati rumah tersebut hingga akhir hayatnya, ini hanya merupakan landhuis atau rumah peristirahatan, dikunjungi sewaktu-waktu saja. Mereka sendiri tinggal di Batavia," ujar Ketua Depok Heritage Community, Ratu Farah Diba, saat ditemui berita.depok.go.id, Selasa (30/05/23). 

"Tuan rumah maupun tamunya lebih banyak beraktivitas di teras belakang rumah, karena pada saat itu terdapat sebuah danau yang bernama Situ Cimin yang kini menjadi kawasan permukiman penduduk," ungkapnya. 

Keberadaan Gedong Tinggi Rumah Cimanggis pada zamannya turut menggerakkan roda perekonomian di daerah sekitarnya. Tak lama setelahnya, Johanna Bake mendirikan Pasar Cimanggis di sebagian lahan sebelah timur dari Rumah Cimanggis sebagai sentra ekonomi masyarakat setempat.

Keberadaan Pasar Cimanggis saat itu bukan hanya sekadar tempat berlangsungnya aktivitas jual-beli, melainkan tempat beristirahat bagi para pengembara yang sedang dalam perjalanan. 

"Biasanya para pengembara ini yang melalui rute Jakarta-Bogor akan berhenti sejenak untuk mengistirahatkan kuda-kudanya di Pasar Cimanggis ini," jelasnya. 

Berpindah Tangan Hingga Dikunjungi Gubernur Hindia Belanda

Pasca wafatnya Johanna Bake, kepemilikan Gedong Tinggi Rumah Cimanggis sempat berpindah-pindah tangan. Rumah yang dirancang oleh David Smith tersebut, sempat berpindah tangan kepada seorang pengusaha bernama David Smith.

Setelah David Smith bangkrut, kepemilikan Rumah Cimanggis sempat menjadi tak jelas. Kepemilikan Rumah Cimanggis baru diketahui kembali ketika seorang kapitan Tionghoa yang merupakan pemilik bangunan Pondok Cina mengambil alih kepemilikan Rumah Cimanggis hingga tahun 1935 yang digantikan oleh Samuel de Meyer.

"Sehingga unsur budaya Tionghoa juga dirasakan di rumah ini, yakni di bagian atap rumah yang berbentuk lancip di kedua sisinya. Mirip ekor Burung Hong yang lazim ditemukan pada bangunan Tionghoa," terangnya. 

Pada rentang tahun 1946-1947, rumah bergaya arsitektur gaya Louis ke-15 yang dipadukan dengan gaya tropis ini, juga pernah di kunjungi Hubertus Johannes Van Mook, Gubernur Jenderal Hindia Belanda. 

Dijadikan Rumah Dinas Karyawan RRI

Pascakemerdekaan, di era orde baru, Presiden Soeharto meresmikan tiga pemancar RRI di area tersebut tahun 1964. Bangunan Rumah Cimanggis menjadi bagian komplek pemancar RRI tersebut. 

Lalu, pada tahun 1978 bangunan itu dijadikan semacam rumah dinas untuk karyawan RRI. Rumah disekat menjadi beberapa bagian untuk ditempati sekira 13 kepala keluarga sebagai rumah dinas.

"Pada tahun 2002, atap Rumah Cimanggis mulai mengalami kebocoran. Sebagai penggantinya, pemerintah setempat membangun komplek perumahan untuk karyawan RRI yang dinamakan Komplek Departemen Penerangan (Deppen)," bebernya.

"Kemudian, para karyawan RRI pindah ke komplek Deppen dan akhirnya mengosongkan Rumah Cimanggis. Sejak saat itu kondisi bangunan mulai tak terawat dan secara perlahan mengalami kerusakan," sambungnya. 

Berusia hampir 250 tahun, keberadaan Gedong Tinggi Rumah Cimanggis diharapkan dijaga oleh seluruh pihak, agar tetap eksis hingga generasi berikutnya. 

"Jangan dijadikan seperti kafe, saya khawatir kalau bangunan ini nantinya rusak kembali," tutupnya. (JD 12/ED 01/EUD 04)