berita.depok.go.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok melalui Komisi Dakwah dan Ukhuwah Islamiyah mendorong keterlibatan aktif berbagai unsur masyarakat dalam membentuk generasi Qurani yang tangguh dan berakhlak mulia.
Hal ini disampaikan dalam kegiatan Halaqah Dakwah bertajuk "Menyiapkan Generasi Qurani Menyongsong Indonesia Emas 2045" yang digelar di Gedung Dakwah MUI Kota Depok, Rabu (11/06/25).
Ketua Komisi Dakwah MUI Kota Depok, Ahmad Fahruddin Murodi, mengatakan bahwa setidaknya ada lima unsur utama yang perlu mengambil peran dalam menyiapkan generasi Qurani, yakni keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintah, dan peran media.
“Yang pertama adalah keluarga, terutama orang tua. Di lapangan kita temukan, bahkan banyak orang tua sendiri yang belum bisa membaca Al-Quran. Maka bagaimana mereka bisa mendidik anak-anaknya dengan Al-Quran?” ujar Ahmad.
Ia menekankan bahwa ibu sebagai madrasah pertama bagi anak memegang peran sentral.
Jika para ibu sudah menanamkan nilai-nilai Qurani sejak dini, maka akan lahir generasi yang kuat secara spiritual dan moral.
Unsur kedua yang harus diperkuat menurutnya adalah sekolah.
Ia mengakui bahwa meskipun ada kurikulum nasional, tetapi kondisi kemampuan Al-Quran siswa masih banyak yang memprihatinkan.
“Sekolah identik dengan kurikulum. Tapi kita butuh kurikulum tambahan yang wajib dan serius, bukan asal-asalan. Harus ada kekuatan dari pihak sekolah, dinas pendidikan, dan tentu juga dukungan pemerintah,” katanya.
Di sisi masyarakat, Ahmad mendorong gerakan sederhana namun konsisten, seperti pembiasaan membaca Al-Quran di lingkungan RT dan masjid selepas maghrib.
“Misalnya, di RT kita sepakati, habis maghrib matikan televisi dan HP, ajak anak-anak baca Quran bersama. Ini bentuk sederhana tapi punya dampak besar,” jelasnya.
Unsur keempat adalah pemerintah, menurutnya, dukungan regulasi dan anggaran dari pemerintah sangat penting untuk mendukung program-program pembinaan Al-Quran secara berkelanjutan.
“Kalau bicara pembinaan, pasti terkait dengan biaya. Kita butuh guru, pelatihan, metode, hingga bisyarah untuk para pengajar. Itu semua butuh dukungan anggaran, dan ini hanya bisa dijawab oleh pemerintah,” tegasnya.
Sebagai unsur kelima, Ahmad Fahruddin juga mendorong orang tua untuk tidak ragu menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren.
Menurutnya, pesantren adalah metode paling efektif dalam mencetak generasi Qurani sejak dini.
“Jujur saja, kalau mau serius mendidik anak dengan Al-Quran, pesantren itu metode paling cakep. Anak-anak bisa fokus dan terbiasa dengan lingkungan Qurani. Sekarang alumni pesantren bisa jadi apa saja kok,” ungkapnya.
Namun jika tidak memungkinkan masuk pesantren, ia menyarankan agar orang tua tetap berjuang melalui pendidikan tambahan di luar sekolah, seperti mengundang guru ngaji ke rumah atau aktif menyertakan anak di TPA sekitar.
“Kadang masalahnya justru di orang tua yang cuek. Magrib malah asyik main HP, bagaimana anaknya mau ngaji? Ini introspeksi bersama,” pungkasnya. (JD09/ED 01).