berita.depok.go.id - Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) membuka peluang kerja sama berkelanjutan dengan RSUD ASA Kota Depok dalam layanan intervensi nyeri.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Tim Prekursor FK Unpad Intervensi Nyeri, dr. Alif Noeriyanto Rahman, Sp.OT, FIPM, FIPP, dalam kegiatan bakti sosial intervensi nyeri yang digelar di RSUD ASA Depok, Sabtu (08/11/25).
“Jadi kegiatannya sendiri kan berupa bakti sosial. Bakti sosialnya adalah memberikan layanan intervensi nyeri,” ujar dokter Alif, sapaanya.
Kegiatan ini merupakan kolaborasi pertama antara FK Unpad dan RSUD ASA. Menurutnya, kerja sama serupa pernah direncanakan tiga tahun lalu, namun baru dapat terealisasi tahun ini.
“Iya, dengan RSUD ASA ini kerja sama pertama. Tiga tahun yang lalu kita pernah menggagas, tapi baru bisa direalisasikan sekarang,” katanya.
Dokter Alif menjelaskan, pihaknya berencana melanjutkan kerja sama ini dalam bentuk kegiatan berkelanjutan, termasuk kemungkinan pada momen HUT Kota Depok mendatang.
“Kita punya opportunity nih, karena sekarang kita sudah punya pintu masuk bekerja sama-sama. Kita ingin lanjutkan pada waktu HUT Depok, kita jadi ada portfolio pemerintah daerah, kita mau lakukan seperti begitu ke depannya,” jelasnya.
Ia menegaskan, layanan intervensi nyeri tidak seharusnya berhenti pada kegiatan bakti sosial semata, melainkan menjadi layanan berkesinambungan di fasilitas kesehatan, karena kebutuhan masyarakat terhadap penanganan nyeri cukup tinggi.
“Jangan cuma sampai sekarang aja, jangan cuma waktu baksos aja. Tapi layanan berikutnya, karena akan memiliki kebutuhan masyarakat. Misalnya pekerja pabrik yang banyak sakit nyeri bahu, pinggang, atau orang yang pasca operasi tapi nyerinya nggak hilang,” ujarnya.
Menurut dokter Alif, intervensi nyeri sangat penting karena nyeri kini diakui sebagai tanda vital kelima setelah denyut jantung, tekanan darah, suhu tubuh, dan pernapasan.
“Nyeri ini memang baru, tapi sudah diratifikasi bahwa nyeri itu adalah hak asasi. Jadi orang kalau diobatin, itu harusnya nggak boleh nyeri,” tegasnya.
Ia menambahkan, penanganan nyeri yang tidak tepat sering kali menyebabkan pasien mengonsumsi obat dalam jangka panjang hingga ketergantungan, yang akhirnya menurunkan produktivitas dan kualitas hidup.
“Kalau nyerinya nggak teratasi, lama-lama pakai morfin. Orangnya kan jadi kayak zombie, tidak produktif, kualitas hidupnya jelek. Nah dengan intervensi nyeri ini, dia bisa memperbaiki kualitas hidup. Belum tentu penyebab nyerinya itu dihilangin, tapi rasa nyerinya menjadi hilang,” ungkapnya.
Dia juga mencontohkan bagaimana pasien lansia dapat kembali beraktivitas normal setelah mendapatkan penanganan nyeri yang tepat.
“Definitif terapinya operasi, tapi dia nggak mau. Masa salat aja nggak bisa, nah itu kan kualitas hidupnya menurun,” ucapnya.
Ia berharap kerja sama dengan RSUD ASA dapat menjadi langkah awal pembentukan layanan intervensi nyeri yang permanen di rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya di Kota Depok.
“Kita ingin membuat sebuah layanan yang memberikan kesadaran baru kepada masyarakat — bukan cuma masyarakat, tapi juga para praktisi. Karena ini sudah menjadi tanda vital kelima dan hak asasi. Jadi kita juga harus memberikan layanan itu,” tutupnya. (JD09/ED 02)
