berita.depok.go.id - berita.depok.go.id - Di rumah sederhana yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan, duduk dua perempuan paruh baya yang begitu mahir memegang canting. Mereka tidak ragu membubuhkan lilin di atas kain dengan pola gambar batik khas Kota Depok.
Sesekali canting diistirahatkan, terkadang ditiup. Tangan-tangan terampil para ibu itu tanpa sadar telah membentuk pola-pola indah yang nantinya menjadi karya seni bernilai tinggi. Mereka adalah pengrajin batik, kebanggaan Suharno, pemilik Batik Tradjumas.
Meski memiliki sejumlah karyawan, Suharno masih terjun langsung dalam proses pembuatan batik. Mulai dari pencucian kain, desain, mencanting, pewarnaan, proses remukan, hingga pengglodoran. Proses yang memakan waktu panjang ini membuat kain batik buatannya memiliki nilai eksklusif.
“Ketika harganya ada yang murah, sedang, atau mahal, itu tergantung pada komponen bahan. Misalnya, meski kain batik Tradjumas mungkin terlihat sama, tapi warna dan mereknya berbeda,” katanya kepada berita.depok.go.id, ketika ditemui di Galeri Batik Tradjumas yang berlokasi di Komplek Perumahan Bumi Sawangan Indah (BSI) 2, Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan.
Suharno bercerita, kecintaannya pada batik bermula saat ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Argomulyo (sekarang SMAN 1 Sedayu ) di Bantul, Yogyakarta. Ia mempelajari seni membatik dari ekstrakurikuler sekolah, mulai dari pengenalan alat-alat, bahan, pewarna, hingga teknik membatik. Ketertarikannya pada batik berkembang setelah mendapatkan bimbingan dari guru bernama Sri Puspo Yudhowinoto, yang memperkenalkannya pada dunia batik serta pameran-pameran di berbagai kecamatan di Bantul Yogyakarta.
“Saya mulai tinggal di Depok pada awal tahun 1999-2000, ketika Depok baru saja berdiri sebagai kota. Saya bersyukur, dengan izin Allah, saya bisa membeli tempat ini di Bumi Sawangan Indah,” jelasnya
Suharno mengatakan bahwa pada tahun 2014, Ia mulai kembali teringat akan batik setelah 30 tahun meninggalkannya. “Dari 1984 hingga 2014, sudah 30 tahun berlalu. Pada saat itu, saya merasa sudah waktunya untuk kembali mengembangkan potensi batik. Maka, di tahun 2014 kami mulai melakukan riset kecil-kecilan tentang batik khas Depok,” katanya.
Dengan mencari ide terkait kearifan lokal Kota Depok yang bisa dijadikan batik yang bisa di tumbuh kembangkan. Dari sini, pada 2015 Batik Tradjumas ada dan mulai memproduksi batik cap dan batik tulis.
Perkembangan Batik Khas Kota Depok
Pria kelahiran Sleman, 13 Maret 1968, ini bercerita bahwa hasil riset yang dilakukannya memberikan data yang sangat menarik. Sejak 2007, Kota Depok telah memperkenalkan 10 motif batik yang telah di Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) kan oleh Pemerintah Kota Depok. Namun, motif- motif tersebut masih dalam bentuk printing, belum ada batik tradisional yang dibuat dengan teknik cap atau tulis menggunakan malam panas dan canting, lalu diwarnai dengan teknik celup dan direbus/di lorod.
“Inilah yang menarik dan membuat kami bersemangat. Jadi, pada tahun 2015, selain memproduksi batik-batik nasional, kami juga mulai membuat batik khas Depok dengan motif-motif tersebut, meskipun yang paling utama kami produksi adalah motif Gong Si Bolong dan Belimbing,” ungkapnya.
Di Depok, Batik Tradjumas tidak sendirian. Ada beberapa pengrajin dan pecinta batik Depok lainnya, seperti Ibu Ambar yang lebih banyak menggunakan warna-warna alami dan Mas Sandi yang menciptakan batik lukis dengan gaya khas masing-masing.
“Sebetulnya, Bu Ambar lebih dulu bergerak di bidang ini. Namun, karena saya juga seorang pendidik diminta mengajar Batik Program Praktisi Mengajar di Polimedia dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), kami mulai lebih dikenal karena turut melibatkan mahasiswa dalam produksi dan penjualan,” tambahnya.
Motif Batik Depok ‘Gong Si Bolong’ Karya Batik Tradjumas
Pada tahun 2015, Batik Tradjumas mulai membuat motif Gong Si Bolong yang merupakan simbol kearifan lokal Kota Depok. Replika Gong Si Bolong ini terdapat di Kecamatan Beji, tepatnya di Tugu Tanah Baru, yang memiliki nilai sejarah.
“Makanya batik ini disebut batik hasil karya karena menggambarkan gong, alat musik yang konon ditemukan pada abad ke-16. Sampai sekarang, gong asli tersebut masih tersimpan di area tersebut oleh Pak Haji Buang,” Suharno bercerita.
Selain itu, di Sawangan terdapat motif Belimbing Dewa yang melambangkan kesuburan tanah Depok. Buah Belimbing Dewa dari Depok ini sering memenangkan lomba tingkat nasional, sehingga diangkat menjadi motif batik khas Depok.
Motif lain yang dihasilkan antara lain motif ikan hias dari Kecamatan Bojongsari yang sudah diekspor hingga mancanegara, topeng Cisalak yang menggambarkan seni lokal dari Cisalak, Jembatan Panus yang mencerminkan sinergi antara karya manusia dan alam, serta gedung- gedung tua di Pancoran Mas yang memiliki nilai historis.
“Artinya, di Depok ini banyak peninggalan sejarah para pendahulu hingga saat ini yang harus dirawat dan dilestarikan. Pada 2017, Pemerintah Kota Depok mengesahkan lagi 26 motif. Nah, yang di wilayah barat di sini ada motif Tugu Batu, yang prasasti Tugu Batu tersebut di dekat Sekolah Yapan,” ungkapnya.
“Tugu Batu merepresentasikan hasil perjuangan warga Kota Depok, perjuangan ketika terjadi agresi militer Belanda. Di sinilah heroiknya masyarakat Kota Depok, kemudian oleh Bupati Bogor dibuatlah tugu, dan saat ini dilestarikan dengan motif batik dan lain-lain,” katanya.
Batik Depok memuat kearifan lokal Kota Depok dengan karakteristik yang pertama adalah alam, yang kedua adalah flora fauna, dan hasil karya Kota Depok dengan karakteristik yang berkesinambungan. Sehingga disebut batik, karena memiliki nilai historis dan nilai pelestarian. Kini, Batik Tradjumas memproduksi sekitar 13 motif dari kurang lebih 36 motif Batik Depok yang ada. (Bersambung)