berita.depok.go.id - Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Diskarpus) Kota Depok tahun ini akan mengakuisisi arsip statis dari 18 sekolah dasar negeri (SDN) yang sudah dimerger, khususnya arsip berupa buku induk sekolah.
Kepala Bidang Pengelolaan Arsip Diskarpus Kota Depok, Yulia Oktavia, menjelaskan, akuisisi difokuskan pada sekolah yang tidak lagi berdiri setelah merger. Misalnya, SDN Mekarjaya A digabung dengan SDN Mekarjaya B, maka buku induk milik Mekarjaya A akan diambil alih Diskarpus sebagai arsip statis.
“Buku induk termasuk arsip statis bersejarah. Meskipun sekolahnya sudah tidak ada, jejak sejarahnya tetap tersimpan. Jadi, ketika ada penelusuran alumni, arsip itu bisa diakses di lembaga kearsipan daerah,” ujarnya usai rapat koordinasi bersama perwakilan 18 sekolah di Aula Gedung Arsip, Kamis (11/09/25).
Yulia menuturkan, langkah ini dilakukan untuk melindungi arsip penting yang memiliki nilai sejarah sekaligus memastikan kebermanfaatannya bagi penelitian maupun kebutuhan administrasi di masa depan.
Dari total 113 SDN yang telah dimerger menjadi 52 sekolah, akuisisi dilakukan secara bertahap. Pada 2023–2024, Diskarpus telah mengambil alih arsip dari 12 sekolah. Tahun ini bertambah 18 sekolah, sementara sisanya sekitar 22 sekolah ditargetkan rampung pada 2026.
“Untuk tahun ini, kegiatan dimulai 15–30 September. Kami turun langsung ke sekolah untuk mendata sekaligus memindahkan arsip buku induk,” jelas Yulia.
Selain akuisisi, Diskarpus juga memberikan edukasi kepada sekolah mengenai penataan arsip. Pasalnya, masih banyak sekolah yang belum memahami tata cara pengelolaan maupun pemusnahan arsip sesuai aturan.
“Banyak guru bertanya soal buku pelajaran yang menumpuk atau arsip lama yang sudah tidak terpakai. Kami sekalian sosialisasikan pemusnahan arsip sesuai aturan, serta membedakan antara arsip dengan aset seperti buku pelajaran,” tuturnya.
Menurut Yulia, buku pelajaran termasuk kategori aset sehingga penghapusannya harus melalui usulan ke Badan Keuangan Daerah (BKD). Sementara arsip yang sudah tidak bernilai guna dapat dimusnahkan sesuai jadwal retensi arsip.
“Kasihan kalau ruang sekolah penuh dengan tumpukan kertas dan buku yang sebenarnya sudah tidak digunakan. Melalui sosialisasi ini, kami ingin sekolah lebih paham cara mengelola arsip dengan benar,” pungkasnya. (MGG Nirmala/JD 05/ED 02)