Temukan informasi terkini dengan mengikuti akun sosial media kami

News Pemerintahan
Depok Rayakan Hari Jadi ke-26 Tahun, Simak Sejarah dan Asal-usul Namanya
JD 05 - berita depok

63
Sabtu, 26 Apr 2025, 19:35 WIB

Koordinator Bidang Sejarah Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), Boy Loen. (Foto: Diskominfo Depok).

berita.depok.go.id - Tahun ini Kota Depok merayakan hari jadinya yang ke-26, tepatnya pada 27 April 2025. Namun jauh sebelum itu, Depok memiliki sejarah yang cukup panjang dan menarik untuk diceritakan. 

Kota yang dihuni lebih dari 2 juta penduduk ini rupanya sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Dulu seorang pensiunan tentara Belanda bernama Cornelis Chastelein membeli tanah di Depok yang kini menjadi kawasan Depok Lama tahun 1696 dari seorang temannya sesama tentara Belanda.

“Cornelis Chastelein pertama kali membeli tanah ya di Depok Lama ini, sebelumnya tahun 1695 dia dapat hadiah pengabdian dari VOC tanah di Mampang dan dia juga beli tanah di Pesanggrahan sekarang namanya Cinere,” cerita Koordinator Bidang Sejarah Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), Boy Loen saat ditemui jurnalis berita.depok.go.id

Lalu seiring waktu berjalan, Chastelein juga membeli tanah dari gajinya di sekeliling Batavia. Mulai dari Gambir dan Srengseng yang ada didaerah Lenteng Agung.

Untuk mengelola tanah-tanahnya tersebut, Chastelein mendatangkan 150 budak pribumi yang dimerdekakannya dari Bali dan Makassar. Mereka diperintahkan untuk menggarap lahan permukiman dan perkebunan di tiga lahan milik Castelein.

Tanah-tanahnya itu difungsikan untuk menanam tebu, kopi, lada, dan lainnya. Lalu dirinya membuat Castle atau Rumah Besar untuk tinggal bersama keluarga dan para budaknya di Srengseng Lenteng Agung.

Chastelein tidak seperti Kolonial Belanda pada masa VOC yang melakukan kerja tanam paksa kepada budaknya. Namun, dirinya menganggap budaknya sudah seperti keluarga.

“Nah disini dipertegas sama Chastelein kalo tiga lahan itu saat ini tanah milik saya yaitu Depok, Mampang, dan Pesanggrahan (Cinere),” terangnya.


Gedung YLCC dijalan Pemuda, Kecamatan Pancoran Mas (Panmas) Depok. 


Het Land Depok

Menurut Boy, nama Depok sudah ada jauh sebelum Chastelein ada. Dulu bernama Het Land Depok atau Tanah Depok.

Sedangkan, ujar Boy, berdasarkan para ahli Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI) Depok berasal dari kata Padepokan. Memang jika dilihat saat ini sebagai penyangga Daerah Khusus Jakarta, Kota Depok kini menjadi kota hunian yang nyaman bagi warganya.

Singkat cerita, Boy menuturkan, sebelum wafat Chastelein sudah menulis wasiat bahwa dia ingin seluruh hartanya tidak hanya dibagikan ke keluarga tapi juga para budaknya. Dengan tujuannya mulia, agar mereka bisa hidup mandiri dan sejahtera.

Lalu dari para budaknya tersebut melahirkan keturunan hingga saat ini. Tercatat ada 12 marga khusus yang diberikan langsung oleh Chastelein.

Meliputi Bacas, Isakh, Jonathans, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel, dan Zodakh.

Di era saat ini, banyak muncul cerita asal muasal nama Depok dari berbagai referensi. Salah satunya jika Depok berasal dari tiga akronim.

Pertama, De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen atau Organisasi Kristen Protestan Pertama.

Kedua, De Eerste Protestantsche Ordonantie van Kristenen atau Ordonansi Kristen Protestan yang pertama. 

Dan yang Ketiga, Deze Einheid Predikt Ons Kristus atau Kesatuan komunitas ini percaya kepada Kristus kami.

Boy menegaskan nama Depok bukan berasal dari tiga akronim tersebut. Karena kata-kata itu muncul dari para keturunan budak Chastelein di Belanda yang sudah tidak bisa kembali ke Indonesia karena adanya perseteruan antara Belanda dan Indonesia saat perebutan Irian Barat pada tahun 1961-1962.

Presiden Soekarno kala itu menggerakkan operasi Trikora atau Tri Komando Rakyat. Setelah Belanda menyerahkan wilayah Irian Barat ke Indonesia, disini Presiden pertama Republik Indonesia tersebut memutus hubungan diplomatik dengan Belanda.

Sehingga sejak saat itu, kata Boy, para diaspora keturunan Belanda-Indonesia susah untuk berkunjung ke Indonesia. Khususnya Depok yang dulu menjadi tempat tinggalnya.

“Biasanya tiap bulan Desember Natal mereka berkunjung kesini tapi tidak bisa lagi karena adanya kebijakan tersebut,” tuturnya.

Boy menyebut, sekitar 1969 para diaspora tersebut mengadakan reuni untuk meluapkan rasa kerinduannya pada Depok. Disela-sela kegiatan itu mereka membuat akronim De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen atau Organisasi Kristen Protestan Pertama, serta dua nama lainnya.

Meski pada saat itu orang tua mereka memang sebagian besar adalah pemeluk agama Kristen Protestan mengikuti Cornelis Chastelein.

“Tidak benar jika asal muasal nama Depok dari itu (De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen atau Organisasi Kristen Protestan Pertama),” tegasnya.

“Orang yang mengerti bahasa Belanda, itu pasti tahu akronim itu dipaksakan. Karena orang Belanda nggak pernah nulis Kristen pake K tapi CH atau Christ,” paparnya.

Seiring berjalannya waktu, Depok tetap menjadi nama sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Meski sudah berabad lamanya, peninggalan dari zaman Belanda masih berdiri kokoh di Kawasan Depok Lama.

Bahkan, Pemerintah Kota Depok dibawah kepemimpinan Supian Suri - Chandra Rahmansyah ingin menjadikan Kawasan Depok Lama sebagai Kawasan Cagar Budaya. (JD 05/ED 01). 


Apa reaksi anda?
0
0
0
0
0
0
0