berita.depok.go.id - berita.depok.go.id - Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengisahkan pentingnya umat Islam memahami peringatan Nuzulul Qur’an.
Hal itu disampaikannya saat peringatan Nuzulul Qur’an yang dirangkai dengan Iktikaf Eksekutif di Masjid Balai Kota Depok, pada Senin (01/04/24).
“Jadi jangan sampai ini hanya seremonial, tetapi benar-benar memahami kenapa kita memperingati Nuzulul Qur’an,” kata Mohammad Idris, kepada berita.depok.go.id, Senin (01/04/24).
Kiai Idris, sapaannya, mengatakan Al-Qur'an menjadi mukjizat yang diberikan Allah SWT untuk Nabi Muhammad SAW, tentu mukjizat tersebut sebenarnya tidak bisa diterjemahkan keajaibannya.
“Banyak sekali hal-hal, mukjizat di dalam Al-Qur'an, dan Al-Quran tidak dapat ditiru dan tidak dapat dijangkau oleh rasio, bukannya irasional, tetapi supra-rasional,” ujarnya.
Menurutnya, kemukjizatan Al-Qur'an bukan sekadar bahasanya saja, tetapi mukjizat Al-Qur'an adalah sebuah energi yang kuat mengubah peradaban dunia dalam jangka waktu yang singkat, kurang lebih hanya 30 tahun merubah peradaban manusia.
“Jazirah Arab itu hanya 30 tahun, kurang lebih 23 tahun di Mekkah dan 11 tahun setelah itu meskipun masih ada ekspansi perluasan peradaban Islam,” jelasnya.
“Ini kemukjizatan Al-Qur'an letaknya disitu, artinya kalau diri kita belum berubah karena interaksi kita dengan Al-Qur'an berarti memang permasalahannya di bagaimana interaksi kita dengan Al-Qur'an, karenanya bukan sekadar hataman Quran bukan sekadar MTQ Al-Qur'an, karena itu hanya simbol-simbol saja, syiar,” ungkapnya.
“Tetapi hakekat kemukjizatan Al-Qur'an bagaimana Al-Qur'an bisa mengubah diri kita, bagian dari peradaban manusia, itu intinya,” sambungnya.
Dirinya menuturkan, ada tiga pendekatan untuk memahamkan manusia tentang kemukjizatan Al-Qur'an.
Pertama, pendekatan yang logis, banyak juga ayat-ayat Al-Qur'an, menggunakan pendekatan yang logis, seperti Tuhan Maha Esa.
Ada pula penyampaian kemukjizatan Al-Qur'an untuk memahamkan manusia terkait dengan historis.
“Makanya 1/3 Al-Qur'an itu isinya historis atau sejarah karena dalam sebuah ungkapan yang kita pernah dengar tell me story i will remember in my heart forever, jadi kalau kita menyampaikan kisah atau cerita itu relatif lebih nyangkut memahaminya,” ungkap Kiai Idris.
“Kenapa sebagian anak-anak, remaja kurang senang dengan sejarah atau bahasa, karena cara penyampaiannya yang salah, maka bagaimana kita harus menyampaikan sejarah itu lebih enak lebih enjoy,” katanya.
“1/3 nya lagi adalah tauhid, makanya Al Ikhlas dikatakan sebagai 1/3 Al-Qur'an karena isi daripada Al-Qur'an adalah tauhid, kalau tiga kali baca qulhu itu seakan kita sudah tamat baca Al-Qur'an, kira-kira begitu, makanya disunahkan tiga kali,” ungkapnya.
“Nah sisanya itu dengan masalah ibadah, muamalah, hukum, akhlak, sisa daripada sejarah dan tauhid, itu kandungan dari Al-Qur'an,” katanya.
Fungsi Iktikaf dan Gapai Lailatul Qadar
Pada kesempatan tesebut, Mohammad Idris mengatakan bahwasannya Iktikaf berfungsi untuk melembutkan hati.
“Iktikaf ini tergantung niat, ada yang niatnya satu jam boleh silakan, ada yang niatnya 1/2 jam silakan, tetapi kalau bapak sudah niat 10 jam misalnya atau 8 jam harus diniatkan karena kalau enggak niat ya enggak sah nanti, kalau sudah niat terus pulang itu batal,” ungkapnya.
Dirinya pun mengajak semua umat Islam untuk mengejar Lailatul Qadar pada 10 malam terakhir di bulan Ramadan.
“Enggak usah dipikir ganjil, genap, kalau ganjil genap repot karena beda menurut Muhammadiyah dan pemerintah, tiap hari saja, kalau enggak sanggup di masjid berarti di rumah kita kejar Lailatul Qadar,” ujarnya.
“Karena Lailatul Qadar fungsinya di antaranya Allah mengaudit dan mengedit urusan-urusan manusia, urusan rejeki kita, urusan nasib kita urusan permasalahan hidup kita, itu malam Lailatul Qadar, jadi minta panjang umur, minta rejekinya dirubah lebih banyak yang tadinya sebulan Rp100 ribu jadi Rp100 juta, minta Allah akan edit,” jelasnya.
“Ini Lailatul Qadar fungsinya, yang belum dapat jodoh minta jodoh yang baik, yang masih ragu-ragu minta kedekatan hati, itu Lailatul Qadar,” pungkas Mohammad Idris. (JD 10/ ED 01).