berita.depok.go.id - Rektor Universitas Indonesia (UI), Heri Hermansyan telah mengukuhkan Guru Besar Bidang Ilmu Keamanan Data Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Drs. Suryadi, M.T., pada Rabu (12/02/25) di Balai Sidang, Kampus UI Depok.
Pengukuhan Guru Besar itu ditandai usai dibacakan pidato pengukuhan oleh Prof. Suryadi yang berjudul "Advokasi Matematika dalam Sistem Kriptografi dan Sistem Pendeteksi Penyusup”.
Berdasarkan rilis yang diterima berita.depok.go.id, Prof. Suryadi mengungkapkan, revolusi industri 4.0 adalah istilah yang merujuk pada tahap evolusi industri dan ditandai oleh adopsi luas teknologi digital, kecerdasan buatan, konektivitas, dan integrasi sistem dalam berbagai aspek produksi dan kehidupan manusia.
Hal ini merupakan kelanjutan dari perkembangan industri sebelumnya dan mencakup transformasi besar-besaran dalam cara produksi, distribusi, dan interaksi manusia dengan teknologi.
Lanjutnya, seiring dengan adanya transformasi digital dimana semua data sudah berbasis digital dan terkoneksi dalam jaringan internet of things (IoT), maka hal ini memunculkan persoalan terkait dengan isu keamanan data atau keamanan siber.
Dengan demikian, upaya perlindungannya harus menjadi perhatian yang penting dan mendesak, yakni dengan menerapkan manajemen keamanan data dan informasi.
Terkait dengan hal ini, dapat dipahami dengan baik bahwa data dan informasi bukan hanya sebagai unsur penunjang. Namun data dan informasi adalah merupakan sumber daya utama atau aset.
“Data dan informasi adalah aset yang nilainya lebih besar dari pada minyak bumi. Sehingga, data dan informasi harus senantiasa dijaga dan dipelihara agar nilai asetnya tidak hilang atau bahkan sampai merugikan dan menghancurkan,” papar Prof. Suryadi.
Dikatakannya, berdasarkan data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bahwa terdapat 158 serangan siber per detik pada periode Januari–Juni 2024.
"Melihat data tersebut, menjadi peringatan besar bagi seluruh pengguna internet di tanah air baik individu, organisasi, instansi maupun perusahaan bahwa Indonesia sedang dilanda gelombang serangan siber," ucapnya.
Prof. Suryadi menyampaikan isu keamanan lainnya yaitu manipulasi gambar (image). Suatu gambar yang dimiliki oleh pelaku, selanjutnya dilakukan manipulasi dan di upload ke media sosial dengan tujuan tertentu. Seperti menfitnah, kampanye negatif, dan sejenisnya, atau sekarang dikenal dengan istilah deep fake.
Oleh karena itu, agar tidak terulang kembali, Prof. Suryadi menuturkan, perlu dilakukan upaya dengan menerapkan sistem pendeteksi penyusup yang bersifat dinamis dan pengamanan data dengan menerapkan sistem kriptografi dan steganografi.
“Pengembangan teknik kriptografi yang kami lakukan dengan berbasis fungsi chaos. Teknik ini berpotensi memberikan tingkat perlindungan yang lebih baik terhadap data digital, terutama dalam menghadapi ancaman global yang semakin kompleks,” jelasnya.
Upaya perlindungan data dan informasi yang dilakukan ini juga mendukung penerapan Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2023 tentang strategi keamanan siber nasional (SKSN) dan manajemen krisis siber, yang menekankan pentingnya penguatan sistem keamanan siber nasional.
Selain itu, upaya penguatan kriptografi ini juga sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 9, yaitu berfokus pada pengembangan industri, inovasi, dan infrastruktur, serta SDGs nomor 11 yang bertujuan untuk menciptakan kota yang inklusif, aman, tahan bencana, dan berkelanjutan.
Prof. Suryadi menyebut, advokasi matematika yang dilakukan melalui penerapan algoritma kriptografi yang inovatif, sehingga dapat tercipta sistem perlindungan data yang lebih efektif. Selain itu, dapat berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang lebih aman, berkelanjutan, dan berdaya saing tinggi di tingkat global.
“Teknik Kriptografi yang efektif harus mampu untuk melindungi data baik pada saat disimpan maupun ditransmisikan. Riset yang kami kembangkan melalui dua pendekatan yakni enkripsi dengan metode keystream cipher dan enkripsi menggunakan block cipher,” tuturnya.
Ia menambahkan, tantangan selanjutnya adalah bagaimana dari sekian banyak algoritma kriptografi dan algoritma model klasifikasi serangan dapat diimplementasikan kedalam bentuk fisiknya, yakni integrated circuit (IC) melalui perancangan Field Programmable Gate Array (FPGA).
"Guna meningkatan riset, pengembangan, dan inovasi di bidang kriptografi yang mengarah kepada pembangunan dan pengembangan industri kriptografi nasional, wajib dilakukan kerja sama pentahelix intensif dan berkelanjutan," katanya.
"Hal tersebut akan menjadi pendukung pembangunan nasional yang masyarakatnya hidup dalam suasana aman, tentram, sehat dan sejahtera," pungkasnya.
Sebelum dikukuhkan guru besar ke-15 UI yang dikukuhkan pada tahun 2025, Prof. Suryadi telah menamatkan pendidikan sarjana di FMIPA UI, pada 1990. Kemudian pada tahun 1998, ia menyelesaikan studi magister di Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB). Lalu, ia kembali ke UI dan berhasil mendapatkan gelar doktor di Fakultas Teknik (FT), pada 2013. (JD 05/ED 02)